TEGAS.CO., WAKATOBI – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Wakatobi menggelar rapat konsultasi bersama pihak Pemerintah daerah (Pemda), Senin (24/1/2022) kemarin, mereka mempertanyakan sejumlah pejabat yang di non job ke tenaga analis dan bagaimana pula kelanjutan nasib petugas honorer K2 yang diberhentikan melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Haliana.
Rapat konsultasi itu, menyimpulkan dua hal yakni; DPRD meminta Bupati Haliana untuk meninjau kembali SK Nomor: 220 tahun 2022 dan SK Bupati Nomor: 75 tahun 2022. Diduga sarat menyimpang dalam aturan.
Ketua Komisi I DPRD Wakatobi, Arman Alini mengungkapkan, pemberhentian kepala BKPSDM Wakatobi menjadi tenaga analis lingkup Setda sejatinya, telah mencederai Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 2014 pasal 118. Serta, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 tahun 2010.
“Dalam UU Nomor 53/2014 pasal 118 menerangkan, jika pejabat pimpinan tinggi (kepala dinas/badan) kinerjanya buruk maka diberikan kesempatan selama 6 (enam) bulan untuk memperbaiki kinerjanya. Namun jika yang bersangkutan tidak menunjukan perbaikan kinerja pejabat yang bersangkutan harus mengikuti seleksi ulang uji kompetensi kembali,” jelasnya.
Selain itu, Bupati Wakatobi Haliana diduga melakukan pembiaran ke Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan melantik seorang ASN inisial S sebagai lurah Patipelong. Diketahui, S merupakan pegawai Dinas PUPR Wakatobi sebelumnya yang kini disangka dengan kasus asusila.
Masih SK yang sama, kata Arman Alini, DPRD juga menyoal terkait pengangkatan guru menjadi lurah (jabatan fungsional ke jabatan struktural) dan pengangkatan Camat Kaledupa, Mukhsin, yang diketahui telah memasuki Masa Pengurusan Pensiun (MPP) Desember 2022 mendatang.
“Camat yang masuk MPP, mereka harus fokus untuk pengurusan administrasi pensiun, bukan malah diangkat jadi camat. Masih bupati melantik mereka-mereka itu, kan banyak kader potensial yang bisa diorbitkan,” katanya.
Lanjut Arman Alini, mengatakan pemberhentian atau pemutusan kerja sejumlah tenaga penunjang pada Satuan Polisi Pamong (Satpol.PP) yang berstatus sebagai K2 yang diterbitkan melalui SK Nomor 75/2022, sarat kepentingan politis kepala daerah.
“Bagaimana nasib mereka, kalau tiba-tiba ada pengangkatan K2, yang sementara ini diperjuangkan DPR RI Pak Hugua,” ucap legislator ini.
Ia menambahkan, Pemda harus bisa menjamin mereka bila sewaktu-waktu ada pengangkatan K2 sebagai PNS. Khawatirnya, pemberhentian tersebut akan merubah status keberadaan mereka sebagai tenaga K2.
“Bagaimana Pemda saat ini menjaminnya?,” tanyanya.
Reporter: Rusdin
Editor: Yusrif